Laman

Minggu, 27 Maret 2011

PENDAFTARAN SISWA ONLINE

PENGUMUMAN PROYEK 2011


KEMENTERIAN AGAMA

MADRASAH ALIYAH NEGERI TALAGA

           Alamat Jl. Jend. Sudirman No. 29 Talaga – Majalengka 45463 Telp/Fax. (0233) 319298
Web : mantalaga.co.cc Email : mantalaga@gmail.com
 


PENGUMUMAN PEMILIHAN PASCA KUALIFIKASI LANGSUNG
Nomor : Ma.10.01/PP.00.6/Pan-02/2011

Berdasarkan DIPA MAN Talaga Tahun Anggaran 2011, Madrasah Aliyah Negeri Talaga Kab. Majalengka, mengumumkan dan mengundang Rekanan yang berminat untuk mengikuti Pemilihan Langsung Pasca Kualifikasi dengan Metode Pemilihan Langsung untuk paket pekerjaan sebagai berikut :

No
Pekerjaan
Pagu Dana (Rp)
Bidang /Sub Bidang Kualifikasi
Waktu Pendaftaran & pengambilan Dokumen
1
Pembangunan Gedung Perpustakaan  1 (satu) Lokal
132.000.000,-
Arsitektur Grad 2
04 April 2011
2
Pembangunan Gedung Labolatorium  1 (satu) Lokal
132.000.000,-
Arsitektur Grad 2
04 April 2011

a.       Pendaftaran/Pengambilan Dokumen Pemilihan Langsung dan Dokumen Kualifikasi di : Kantor Madrasah Aliyah Negeri Talaga : Jl. Jenderal Sudirman No.29 Talaga Pos 45463 Majalengka Tlp. (0233) 319298, setiap hari kerja, mulai jam     08.00 – 14.00 WIB, kecuali Jum’at : 08.00 – 11.00 WIB

b.       Syarat Pendaftaran : 
1.        Menyerahkan surat minat/permohonan untuk mengikuti pelelangan kegiatan, bermaterai Rp. 6.000,-
2.        Menyerahkan foto copy SBU dan IUJK yang masih berlaku (Menunjukan Dokumen ASLI)
3.        Penyedia Barang/Jasa yang diwakilkan wajib membawa surat kuasa dari pimpinan perusahaan yang bermaterai Rp. 6.000,- dan identitas diri serta nama tercantum dalam akte pendirian perusahaan (Menunjukan akte perusahaan yang Asli)
4.        Menandatangani Pakta Integritas pada waktu pendaftaran oleh Pimpinan/Direktur Utama Perusahaan atau penerima Kuasa



Majalengka, 28 Maret 2011

Panitia Pengadaan Barang/Jasa
MAN TALAGA



YAYA RUHYAT, ST
NIP. 19620523 198603 1 019

Jumat, 25 Maret 2011

JADWAL PENDAFTARAN PMB MAN TALAGA TAHUN 2011/2012

Pendaftaran dilaksanakan pada :
Tanggal 13 Juni s/d 14 Juli 2011
Waktu Jam 08.00 s/d selesai
Sekretariat Panitia PMB MAN Talaga
Jln. Jenderal Sudirman No. 29 Talaga – Majalengka 45463 Telp. (0233) 319298
*   Contact Person
- Aceng, S.Ag (081324071339)
- Hj. Momoh Chotimah, S.Ag (081324219339)


Senin, 14 Maret 2011

SEJARAH RINGKAS "TALAGA MANGGUNG"

LAST_UPDATED2Oleh Administrator MAN TalagaSelasa, 15 Maret 2011 12:08

Nun jauh di lereng Gunung Ciremay sebelah selatan, di sekitar Desa Sangiang Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka, berdiri satu Negara yang disebut dengan Kerajaan Kerajaan Talaga. Yang pertama-tama mendirikan dan mengolah Negara tersebut yaitu Batara Gunung Picung, putera keenam Ratu Galuh Ajar Sukaresi atau disebut juga Maharaja Sakti Adimulya (1252 – 1287 M).
Adapun Ratu Galuh Ajar Sukaresi sendiri mempunyai delapan putera/puteri dari isteri beliau yang berlain-lainan. Nama-nama mereka itu adalah:

  1. Prabu Hariangbanga: Menurunkan para raja di daerah Jawa Timur, seperti Prabu Brawijaya II sampai Prabu Brawijaya V;
  2. Maharajasakti: Menurunkan para raja di tanah Pajawan;
  3. Prabu Ciungwanara (1287 – 1303 M): Menurunkan para raja di Pakuan dan Pajajaran;
  4. Ratu Ragedangan;
  5. Prabu Haurkuning, Maharaja Ciptapermana I (1580 – 1595 M);
  6. Batara Gunung Picung (1595 – 1618); Menurunkan Raja-Raja Talaga;
  7. Ratu Permana Dewa; dan
  8. Bleg Tamblek Raja Kuningan.
Adapun Batara Gunung Picung (Ciptaperman II) beliaulah yang menjadi Raja pertama di Talaga (Talagamanggung), dari beliau itu pula menurunkan:
  1. Sunan Cungkilak;
  2. Sunan Benda;
  3. Sunan Gombang;
  4. Ratu Ponggang Sang Romahiyang; dan
  5. Prabu Darmasuci I.
Prabu Darmasuci I
Prabu Darmasuci I mempunyai dua orang putera yang akan melanjutkan silsilah Kerajaan Talaga pada masa berikutnya, dua orang putera beliau itu adalah:
    1. Bagawan Garasiang; dan
    2. Prabu Darmasuci I (Prabu Talagamanggung).
Bagawan Garasiang
Putera sulung Prabu Darmasuci I adalah Begawan Garasiang, beliau adalah orang yang gemar bertapa dan merenung sehingga beliau menjadi seorang Begawan Hindu Kahiyangan. Ia mendirikan padepokan di satu gunung kecil yang disebut Pasir Garasiang, terletak di daerah perbatasan antara Kecamatan Argapura dan Talaga sekarang. Beliau mempunyai puteri yang bernama Ratu Putri Mayangkaruna, yang kemudian diperistri oleh Prabu Mundingsari Ageung, putera Prabu Siliwangi II (Raden Pamanah Rasa)[2] dari Pajajaran.
Kalau kita perhatikan, dengan adanya pernikahan Putri Talaga dan Putra Pajajaran, ini adalah hukum yang tidak tertulis akan tetapi menjadi ciri khas langkah strategis dan politis raja-raja Pasundan untuk mempertahankan keutuhan Negara dan ikatan kekeluargaan melaui jalan pernikahan di antara para penguasa wilayah Pasundan. Dengan memperhatikan asfek-asfek penting inilah sikap silih asih, silih asah, silih asuh akan terekat kuat.
Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung)
Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung) bersemayam di Talaga, keraton beliau terletak di Sangiang, dengan panorama situ keraton yang indah yang disebut Situ Sangiang. Menurut catur para sepuh Talagamanggung adalah seorang Narpati yang sakti mandraguna dan weduk (tidak tembus senjata). Beliau mempunyai sebuah senjata pusaka yang diberi nama "cis", bentuknya seperti tombak kecil atau sekin. Konon, bahwa beliau ketika lahir tidak memiliki pusar seperti halnya orang pada umumnya. Menurut ceritera pula Prabu Talagamanggung hanya mempan ditembus senjata oleh senjata CIS-nya itu.
Pada masa pemerintahan Prabu Talagamanggung Kerajaan Talaga mengalami kemajuan yang gilang-gemilang dan kondisi sosial masyarakatnya semakian tentram dan mapan. Dengan demikian banyak orang yang berasal dari negara dan daerah lain ikut menetap di Talaga.
Prabu Talagamanggung mempunyai seorang menantu yang berasal dari Bangsawan Palembang yang bernama Palembangunung (suami Putri Dewi Simbarkancana), pada suatu kesempatan Palembanggunung mengadakan gerakan bawah tanah untuk merebut kekuasaan dari mertuanya. Akhirnya Palembanggunung dengan komplotannya, melalui oleh seorang pengawal pribadi Sang Prabu, Centrangbarang (yang ditugaskan mengurus senjata) ia berhasil mencuri senjata CIS tersebut dan memberikannya kepada Palembanggunung yang kemudian digunakan untuk menusuk tubuh Sang Prabu. Dalam peristiwa itu Prabu Talagamanggung terluka dan kemudian tubuhnya menjadi lemas dan akhirnya meninggal. Jenazah beliau diurus sesuai ajaran Agama Hindu Kahiyangan, abu jenazahnya di larung di Situ Sangiang[3].
Pada masa hidupnya, Prabu Talagamanggung mempunyai satu orang putera dan satu orang puteri; Raden Panglurah dan Raden Dewi Simbarkancana.
Raden Panglurah
Dari usia kecil ia sudah rajin melatih diri, berangkat ke Gunung Bitung[4], beliau bertapa di bekas bertapa uyut beliau, Ratu Ponggang Sang Romahiyang. Raden Panglurah[5] adalah seorang sosok putera penguasa (raja) yang memiliki sifat-sifat zuhud, meninggalkan kesenangan dunia) dan lebih memilih untuk mengolah jiwa dan mengembangkan asfek-asfek spiritual yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya. Dalam kata lain Radan Panglurah lebih memilih ketentraman dan kesenangan runani serta penghambaan kepada Tuhan Semesta alam.
Raden Dewi Simbarkancana 
Raden Dewi Simbarkancana walaupun seorang puteri beliau banyak memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang diwarisi ayahanda beliau, Prabu Talagamanggung. Beliau menikah dengan Palembanggunung, Pepatih kerajaan. Pada mulanya Dewi Simbarkancana tidak mengetahui bahwa kematian ayahanda beliau itu didalangi suaminya sendiri, akan tetapi sabuni-bunina mungkus tarasi lambat laun kebusukan sang suami diketahui juga oleh beliau. Sepeninggal Prabu Talagamanggung, Kerajaan Talaga untuk sementara waktu dikuasai oleh Palembanggunung.
Dewi Simbarkancana merasa sangat terpukul, beliau ceurik balilihan[6] (menangis dengan sangat menderita batin) karena dua hal: pertama, karena beliau dihianati oleh suami beliau sendiri; yang kedua, karena ditinggal oleh ayahanda tercinta dengan peristiwa yang memilukan. Menurut beliau, siapa orangnya yang tidak berduka hati ketika ditinggal sang ayah. Ayahanda beliau, sesorang yang sudah berbuat baik mengangkat derajat Palembanggunung dibalas dengan perilaku yang sangat keji. Air susu dibalas air tuba itulah yang terjadi. Akhirnya dengan keberanian beliau, Dewi Simbarkancana berhasil membunuh Palembanggunung dengan susuk kondenya.
Selanjutnya Raden Dewi Simbarkancana menikah dengan Raden Kusumalaya (Raden Palinggih) dari keraton Galuh, putera dari Prabu Ningrat Kancana. Beliau adalah seorang yang masagi pangarti (cakap lahir batin), seorang tabib dan ahli strategi. Beliau berhasil menumpas tuntas gerakan bawah tanah Palembanggunung dan komplotannya, dengan demikian kekuasaan dapat diambil kembali, keamanan dan ketertiban negara kembali menjadi stabil dan kokoh.
Dari pernikahan Dewi Simbarkancana dengan Raden Kusumalaya membuahkan delapan orang putera, yaitu:
    1. Sunan Parung (Batara Sukawayana);
    2. Sunan Cihaur, (Mangkurat Mangkureja);
    3. Sunan Gunung Bungbulang;
    4. Sunan Cengal (Kerok Batok);[7]
    5. Sunan Jero Kaso;
    6. Sunan Kuntul Putih;
    7. Sunan Ciburang; dan
    8. Sunan Tegalcau.[8]

Perpindahan Pertama Pusat Kerajaan (ke Walangsuji)
Menyusul kekacauan yang menimpa keraton Sangiang, yakni dengan adanya rajapati terhadap Prabu Talagamanggung dan pemberontakan yang didalangi sang menantu durhaka, hal ini mendorong Ratu Simbarkancana untuk memindahkan pusat kerajaan dari tutugan Gunung Ciremay ke Walangsuji, di Desa Kagok, Kemantren Banjaran, Kecamatan Talaga sekarang.
Pusat pemerintahan di Walangsuji nampaknya tidak begitu lama, boleh dikatakan hanyasapanguluban waluh. yakni pusat kerajaan hanya bertahan di Walangsuji selama tujuh tahun tiga bulan[9]. Setelah Penguasa Talaga memandang dari berbagai segi akhirnya diputuskanlah bahwa Walangsuji kurang strategis untuk tetap dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Talaga sehingga pusat karajaan harus segera dipindahkan kembali.
Perpindahan Kedua Pusat Kerajaan (ke Parung)
Sepeninggal Ratu Simbarkancana, Kerajaan Talaga dipegang oleh putera sulung beliau yang mendapat julukan Sunan Parung (1450 M). Setelah Sunan Parung mangkat, pemerintahan diserahkan kepada satu-satunya puteri beliau yang bernama Ratu Dewi Sunyalarang (1500 M) yang di kemudian hari mendapat julukan Ratu Parung.
Dewi Sunyalarang (Ratu Parung) menikah dengan Raden Ragamantri, putera Prabu Mundingsari Ageung dari Ratu Mayangkaruna. Raden Ragamantri adalah cucu dari Begawan Garasiang dan juga cucu dari Prabu Siliwangi II (Jaya Dewata atau Pamanah Rasa). Pada masa pemerintahan Dewi Sunyalarang inilah pusat kerajaan dipindahkan ke Parung.

KERAJAAN TALAGA ISLAM
Ratu Sunyalarang dan Raden Ragamantri Masuk Islam 
Pada tahun 1529 Ratu Parung dan Raden Ragamantri mengucapkan syahadatain, masuk agama Islam, melalui dakwah Sunan Gunung Djati yang dibantu para dai Cirebon. SelanjutnyaSunan Gunung Djati (Syaikh Syarif Hidayatullah) memberikan gelar Prabu Pucuk Umum Talaga kepada Raden Ragamantri sebagai bentuk penghormatan kepada beliau dan keluarga besar Talaga serta ungkapan rasa syukur ke Hadhirat Allah Ta'ala.
Hasil pernikahan Ratu Parung, Ratu Sunyalarang dengan Raden Raganantri, Prabu Pucuk Umum Talaga dikaruniai enam putra, yaitu:
  1. Prabu Haur Kuning;
  2. Aria Kikis, Sunan Wanaperih;
  3. Dalem Lumaju Ageng Maja;
  4. Sunan Umbuluar Santoan Singandaru;
  5. Dalem Panungtung Girilawungan Majelengka; dan
  6. Dalem Panaekan.
Ratu Dewi Sunyalarang pada awalnya dimakamkan di tepi Sungai Cilutung, dan demi keamanan dan pengikisan oleh air kemudian makam beliau dipindahkan ke makam keluarga Raden Natakusumah di Cikiray oleh Raden Acap Kartadilaga pada tahun 1959 M. Sedangkan Raden Ragamantri dimakamkan di tepi Situ Sangiang, makamnya diketemukan pada hari Senin, 22 Rajab 1424 H. atau bertepatan dengan 22 September 2003 oleh penulis. Kuburan beliau terletak diluar bangunan utama tempat penjiarahan, persisnya di bawah rindangnya pepohonan besar ditandai dengan sebatang pohon rotan[10]. Sesuai saran beliau, kuburannya ditandai tiga buah batu biasa sebagi batu nisan.[11]
Perang Talaga Pada Masa Pemerintahan Arya Kikis
Pada generasi kedua masa pemerintahan Islam Talaga, sepeninggal Ratu Parung, Talaga dipimpin oleh Arya Kikis (Sunan Wanaperih), putera kedua Ratu Parung pada tahun 1550 M. Arya Kikis adalah seorang Narpati dan da'i Islam yang handal. Beliau mewarisi ketaatan yang tulus, ilmu-ilmu kanuragan dan ilmu-ilmu keislaman dari Sunan Gunung Djati. Salah satu cucu beliau adalah Raja Muda Cianjur, Raden Aria Wiratanudatar atau yang dikenal dengan Dalem Cikundul.
Diawali dangan ikut campurnya Demak untuk menarik upeti dari Talaga melalui Cirebon, sedangkan kondisi rakyat Kerajaan Talaga yang sangat memerlukan perhatian pemerintah (lagi susah), akhirnya permintaan Cirebon dan Demak untuk menarik upeti dari Talaga "ditolak". Selanjutnya, dengan tiba-tiba saja pasukan Cirebon yang dibantu Demak menyerang Talaga. Dengan demikian terjadilah peperangan hebat antara Pasukan Talaga yang dipimpin langsung oleh Senopati Arya Kikis melawan pasukan penyerobot dari Cirebon dan Demak.
Di medan laga sekalipun prajurit-prajurit Kerajaan Talaga yang dibantu ketat oleh puragabaya serta pendekar-pendekar dari padepokan-padepokan dan pesantren-pesantren Islam itu jumlah pasukan dan senjatanya lebih kecil dibanding jumlah serta kekuatan para aggresor, akan tetapi pasukan Talaga dengan penuh semangat dan patriotisme tetap mengadakan perlawanan.
Dengan teriakan dan gaung Allahu Akbar, serentak pasukan Talaga dengan kecepatan dan kesigapan yang luar biasa menerjang lawannya dan terus menerus mengkikis habis para aggressor yang datang menyerang tanpa kesopanan dan tatakrama itu. Syukurlah bahwa akhirnya kekuatan para penyerobot itu dapat dilumpuhkan dan semua pasukan Cirebon dan Demak dapat diusir keluar dari wilayah Kerajaan Talaga.
Kesepakatan Keraton Ciburang
Karena peristiwa itu Kanjeng Sinuhun Susuhunan Cirebon, Syarif Hidayatullah serta merta datang ke Talaga dan disambut secara khidmat dan hormat oleh Pangeran Satyapati Arya Kikis, Senapati Kerajaan Talaga, Sang Sunan Wanaperih; tidak urung dengan mendapatkan penghormatan besar dari para prajurit, puragabaya, para pendekar dan rakyat kerajaan Talaga serta Galuh Singacala.
Sesuai dengan kesepakatan pada musyawarah di Keraton Ciburang yang diselenggarakan oleh para Raja dari Galuh beberapa waktu yang silam; yang menyatakan bila Kanjeng Waliyullah sendiri mengucapkan titahnya, mereka semua akan tumut kepada Kanjeng Sinuhun Cirebon, Syarif Hidayatullah.
Ternyata kesepakatan di Keraton Ciburang itu dengan takdir Allah terkabul juga. Pada saat itulah Kanjeng Sinuhun Cirebon bersabda; Bahwa peperangan itu sungguh ditakdirkan Allah; tetapi bukan merupakan perang agama, sebab di Jawadwipa hanya pernah ada satu perang agama, yaitu antara Demak dan Majapahit. Terjadinya perang Talaga hanya karena tindakan keliru pasukan Cirebon dan Demak.
Kemudian Susuhunan Cirebon, Syarif Hidayatullah mengijinkan kepada Pangeran Arya Kikis untuk bertafakur di kampungnya yaitu Leuweung Wana yang selanjutnya disebut Wanaperih, dengan hasrat untuk mendalami ajaran Agama Islam sedangkan kerajaan Talaga tetap berdiri secara mandiri, adapun kepemimpinannya diayomi oleh Kanjeng Waliyullah, Sunan Gunung Djati.
Sunan Wanaperih mempunyai enam orang anak, empat orang putera dan dua orang puteri. Mereka adalah:
  1. Dalem Kulanata Maja[12];
  2. Dalem Cageur Darma;
  3. Raden Apun Surawijaya;
  4. Ny. Ratu Radeya[13];
  5. Ny. Ratu Putri[14]; dan
  6. Dalem Waqngsagoparana[15].
Pemerintahan Raden Apun Surawijaya.
Raden Apun Surawijaya memerintah Talaga sepeninggal ayahanda beliau Arya Kikis pada tahun 1590. Beliau adalah seorang Narpati Talaga yang gagah rongkah sakti mandraguna, akan tetapi sangat mencintai dan dicintai para pembantu beliau dan bahkan dengan kegagahan dan wibawanya itu beliau ditakuti lawan. Makam beliau terdapat di Kampung Lemah Abang, Desa Cikeusal, Kecamatan Talaga-Majalengka.
Raden Apun Surawijaya, Sunan Kidul mempunyai empat orang putera yaitu:
  1. Dalem Salawangi;
  2. Sunan Cibalagung (Cianjur);
  3. Pangeran Surawijaya (Sunan Ciburuy); dan
  4. Dalem Tuhu (Sunan Ciparanje.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada masa pemerintahan Raden Apun Surawijaya Kerajaan Talaga sudah dibawah kekuasaan Cirebon. Walaupun demikian Sang Narpati Talaga itu tetap setia dan patuh pada Kesepakatan Ciburang yang telah dibuat oleh para pembesar Talaga maupun Cirebon. Agama Islam dan perasaan "saakar jeung sakaruhun" telah merekatkan tali persaudaraan dan tali kekeluargaan kedua negara tersebut. Memang ada kata-kata leluhur yang mengatakan: "Ari numoro (nyangkalak) rampog-mah Talaga, nanging ari congcotnya bagian Cirebon". Demikian ini mungkin diucapkan untuk menyatakan adanya ketidak adilan yang muncul, dan itulah nampaknya yang menyebabkan Perang Talaga berlangsung.
Sebagai seorang penguasa yang dicintai dan mencintai rakyatnya, Raden Apun Surawijaya telah berhasil meningkatkan tingkat kesejahteraan para petani. Pada masa beliau berbagai bendungan irigasi (dam) dibangun, beliau sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan rakyat, khususnya dalam pemanfaatan sumber daya alam.

Pemerintahan Raden Arya Adipati Surawijaya.

Raden Arya Adipati Surawijaya (Sunan Ciburuy), putera ketiga Raden Apun Surawijaya menjadi raja menggantikan ayahnda beliau pada tahun 1635 M. Beliau menikahi Ratu Kartaningrat, adik Sultan Panembahan Kasepuhan Cirebon. Raden Arya Adipati Surawijaya dalam melaksanakan tugas pemerintahannya didampingi Sang Patih, Aria Paningsingan, seorang senapati yang gagah dan berani.
Dari hasil pernikahan antara Raden Arya Adipati Surawijaya dengan Ratu Kartaningrat beliau dikaruniai Allah SWT lima orang putera dan satu orang puteri, yakni:
    1. Pangeran Adipati Suwarga;
    2. Pangeran Jayawiriya;
    3. Pangeran Kusumayuda;
    4. Dalem Tuhu (Sunan Ciparanje, Subang);
    5. …………………..(tidak diketahui namanya); dan
    6. Ratu Puteri Tilanagara.

Pemerintahan Raden Adipati Suwarga
Selanjutnya yang memerintah Talaga adalah putera cikal Raden Arya Adipati Surawijaya yang bernama Pangeran Adipati Suwarga, beliau naik tahta tahun 1675 M. Pangeran Adipati Suwarga menikahi dua orang isteri, yaitu:
    1. Ratu Losari Cirebon; dan
    2. Nyi Mas Jitra dari Nunuk (Cengal).
Dari pernikahan Pangeran Adipati Suwarga dengan Ratu Losari dikaruniai putera yang bernama Pangeran Aria Sacadilaga, sedangkan dari penikahan beliau dengan Nyi Mas Jitra dikaruniai putera yang bernama Pangeran Adipati Wiranata.

Talaga Terpecah Menjadi Dua Kerajaan

Ketika Pangeran Adipati Wiranata mau dinobatkan sebagai Narpati Talaga tahun 1715 M muncul protes dari putera Pangeran Kusumayuda yang bernama Pangeran Natadilaga. Beliau merasa berhak untuk menjadi Narpati Talaga. Melihat kondisi demikian, para sesepuh Talaga segera mengadakan musyawarah dengan keputusan bahwa Talaga harus dibagi dua, yakni menjadi dua kesultanan:
    1. Kesultanan Talagakidul, yang dipimpin oleh Adipati Wiranata; dan
    2. Kesultanan Talagakaler, yang dipimpin oleh Pangeran Natadilaga.
Ketika itu pula disepakati bahwa Talaga dibagi menjadi empat sudut mata angin Kabupatian yang meliputi:
  1. Kebupatian Talagakidul; dipimpin oleh Pangeran Adipati Sacanata, putera ke-3 Pangeran Adipati Wiranata;
  2. Kebupatian Talagakaler; dipimpin oleh Pangeran Arya Sacadilaga, putu Pangeran Arya Natadilaga;
  3. Kabupatian Talagawetan; dipimpin oleh Pangeran Kartanagara, putera ke-4 Pangeran Adipati Wiranata; dan
  4. Kabupatian Talagakulon; dipimpin oleh Dalem Surya Sepuh, putu Pangeran Adipati Jayawiriya.
Keempat bupati dari empat Kabupatian Talaga ketika itu mendapat julukan Pangeran Papat, karena dalam satu masa yang bersama-sama mengurus Negara Talaga.

Masuknya Dajjal (Kaum Penjajah) dari Erofa di Talaga
Seiring masa berlalu munculah "munding-munding bule" di bumi pertiwi, yakni dimulai dengan datangnya perjajah Portugis, Spanyol, dan akhirnya Belanda (VOC). Dengan politik Devide et impera atau politik pecah belah, pada umumnya mereka berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan di tanah air, tidak terkecuali Talaga.
Pada tahun 1806 M Belanda menjadikan empat Kabupatian Talaga menjadi satu kabupatian dengan bupatinya Pangeran Arya Sacanata II. Tiga tahun kemudian, yakni tahun 1818 M Kabupatian Talaga digabung dengan Kabupatian Sindangkasih menjadi Kabupaten Majalengka yang kita kenal sekarang.
Sesuai dengan rencana licik VOC bahwa sebagai konsekuensi digabungnya dua kabupaten itu mengharuskan Bupati pindah dari Talaga ke Majalengka. Pangeran Sacanata II sebagai Bupati Majalengka ketika itu menolak untuk meninggalkan Talaga dan akhirnya dipensiunkan oleh Belanda (VOC) dengan hak jasa pensiun sebidang tanah sawah lima puluh bahu. Dengan demikian Pangeran Sacanata II (Eyang Regasari) mendapat julukan Bopati Panungtung Talaga.

Sebutan "Bopati Talaga" Menjadi "Sesepuh Talaga" 

Karena dari rundayan Talaga pasca penggabungan antara Kabupatian Talaga dan Sindangkasih itu tidak ada yang memegang kekuasaan secara politik, maka para sesepuh Talaga bermusyawarah untuk menentukan orang yang akan memegang dan mengurus benda-benda pusaka karuhun Talaga. Ketika itu disepakati bahwa yang berhak mengurus benda-benda itu adalah keturunan yang mempunyai hubungan langsung dari Pangeran Sacanata II dari pihak anak laki-laki, jika anak laki-laki tidak ada maka pihak perempuan pun diperbolehkan asal jika mempunyai anak laki-laki maka pengurusan benda pusaka harus kembali dipegang pihak laki-laki.
Beriku ini adalah orang-orang yang mendapat tugas mengurus benda-benda Pusaka Karuhun Talaga, yang selanjutnya mereka disebut para Sesepuh Talaga:
  1. Pangeran Sumanagara (1820-1840 M), putera sulung Pangeran Arya Sacanata II;
  2. Nyi Raden Anggrek (1840 – 1865 M), puteri Pangeran Sumanagara;
  3. Raden Natakusumah (1865 – 1895 M), putera Nyi Raden Anggrek;
  4. Raden Natadiputra (1895 – 1925 M), putera Raden Natakusumah;
  5. Nyi Raden Masri'ah (1925 – 1948 M), puteri Raden Natadiputra;
  6. Raden Acap Kartadilaga (1948 – 1970 M), suami Nyi Raden Masri'ah;
  7. Nyi Raden Mardiyah (1970 – 1993 M), puteri Daden Acap kartadilaga;
  8. Raden Oo Mohammad Syamsuddin (1993 – 2001 M), putera Nyi Raden Mardiyah; dan
  9. Raden Abung Syihabuddin (2001 – sekarang), putera Raden Oo Mohammad Syamsuddin.
Islam di Talaga Berkebang Secara Damai
Agama Islam di wilayah Kerajaan Talaga berkembang pesat berkat kerja keras dan suri tauladan yang indah dan cinta damai dari para da'i Islam yang didukung toleransi penuh dari para penguasa Hindu Kahiyangan baik yang menguasai Talaga, Galuh, maupun Pakuan Pajajaran. Bayangkan jika tidak ada toleransi dari para penguasa Hindu yang ada di tanah Pasundan, mungkin sekali penyebaran Islam di Talaga khususnya dan Tanah Pasundan umunya akan dipenuhi dengan cucuran darah dan pertumpahan darah.
Insya Allah, kemakmuran dan kedamaian Talaga akan senantiasa tercipta manakala segenap penduduknya senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat Allah, saling mengasihi dan menyayangi, mengembangkan budaya toleransi dan menjauhi budaya kekerasan. Kita harus senantiasa ingat bahwa budaya kekerasan Wahabiyah, melalui gerakan DI TII yang sempat mengoyak-oyak sebagian wilayah Talaga tidak terulang lagi.
Amin dan Alhamdulillahirabbil 'alamiin.....

Minggu, 13 Maret 2011

REKONSTRUKSI SEJARAH MAJALENGKA



LAST_UPDATED2Oleh Administrator MAN TalagaSenin, 14 Maret 2011 09:22
Menurut Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A., dalam sebuah artikelnya yang di muat di koran Pikiran Rakyat tanggal 16 Juni 2007, anggapan bahwa tanggal 7 Juni 1490 adalah tanggal berdirinya Kabupaten Majalengka, bukan lagi diragukan, tetapi jelas salah. Pemilihan tanggal 7 Juni 1490 dikatakan salah, karena tidak sesuai dengan fakta berdirinya Kabupaten Majalengka. Sumber-sumber sejarah Jawa Barat menunjukkan pada tahun itu Jawa Barat masih merupakan wilayah Kerajaan Sunda (Pajajaran). Waktu itu di daerah-daerah Jawa Barat belum ada pemerintahan dalam bentuk kabupaten. Akhir abad ke-15, di daerah yang sekarang merupakan wilayah Kabupaten Majalengka masih terdapat kerajaan kecil di Talaga dan Rajagaluh, keduanya bawahan Kerajaan Sunda. Di antara sumber-sumber tersebut juga menyatakan, bahwa Kabupaten Majalengka merupakan kelanjutan dari Kabupaten Maja.

Menurut bebarapa sumber yang keakurasiannya dapat dipertanggungjawabkan, asal mula berdirinya Kabupaten Majalengka (atau Maja menjadi kabupaten) sendiri didorong oleh satu peristiwa pada masa itu yakni dibentuknya Cirebon menjadi karesidenan yang membawahi 5 kabupaten yakni Cirebon, Bengawan Wetan, Maja, Kuningan, dan Galuh. Pembagian wilayah itu sendiri ditetapkan oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tanggal 5 Januari 1819 berdasarkan Staatsblad 1819 No. 9 dan 23. Bupati Maja yang pertama memerintah setelah dibentuknya karesidenan Cirebon itu sendiri waktu itu adalah Denda Negara (1819 - 1849) yang berkedudukan di Sindangkasih.

Kemudian seiring dengan perkembangan penduduknya, pada tanggal 11 Februari 1840 nama kabupaten dan ibukotanya, Sindangkasih pun akhirnya oleh pemerintahan kolonial Belanda diubah menjadi Majalengka berdasarkan keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda (Staatsblad 1840 No. 7). Perubahan nama dan ibukotanya ini ditandai juga dengan diperluasnya wilayah kabupaten dari sebelumnya yaitu dengan masuknya Rajagaluh dalam wilayah kabupaten Majalengka setelah sebelumnya merupakan Kabupaten tersendiri yakni Kabupaten Galuh.

Penetapan 7 Juni sebagai hari jadi Majalengka sendiri di duga bersumber dari tradisi lisan yang berkembang di Majalengka, yaitu perubahan nama Sindangkasih menjadi Majalengka yang terjadi setelah Nyi Rambut (Ambet) Kasih - tokoh mitos yang dianggap sebagai penguasa pertama di Sindangkasih - ngahiang (menghilang) seiring dengan pencarian pohon Maja yang hilang itu (majae langka) oleh prajurit Cirebon. Diduga hal itu terjadi pada pertengahan abad ke-16. tapi, karena cerita ini lebih dekat kepada legenda yang sulit dibuktikan, maka secara metodologis, pemilihan tanggal 7 Juni itu tetaplah salah, sekalipun tanggal itu mengacu pada hari jadi Majalengka sendiri dan bukanlah Majalengka sebagai Kabupaten. Letak kesalahannya sendiri adalah, tanggal itu tidak mengacu pada fakta/momentum yang seharusnya menjadi dasar acuan, baik fakta pembentukan Kabupaten Maja maupun momentum perubahan nama Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka atau perubahan nama Sindangkasih menjadi Majalengka.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, alangkah lebih baiknya meski penetapan hari jadi Majalengka telah ditetapkan dalam perda, kembali di kaji ulang sehingga pada akhirnya ditemukan tanggal yang benar atau paling tidak mendekati kebenaran. Menyitir kalimat penutup dalam artikelnya Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A. yang di muat di koran Pikiran Rakyat tersebut, pengkajian atau penulisan ulang sejarah bukan hal tabu, melainkan keharusan. Karena bagaimanapun juga, pencarian tanggal hari jadi kabupaten yang berdiri di abad-abad yang lampau, tidak boleh mengacu pada mitos atau perhitungan tradisional untuk mencari hari baik atau bulan baik. Mitos bukan tidak boleh menjadi pengetahuan, tetapi dalam menulis sejarah, perlu dibedakan secara tegas, mana mitos dan mana sejarah.

Apabila kritik konstruktif tersebut di atas dikaitkan dengan pendidikan, kritik itu merupakan koreksi yang penting artinya bagi pendidikan dan pengetahuan, yaitu bagi pengajaran sejarah kepada para siswa dan pengetahuan masyarakat, sehingga mereka tidak memiliki pemahaman yang salah akan sejarah daerahnya. Sejarah bukan hanya memiliki fungsi informatif, tetapi juga memiliki fungsi edukatif, bahkan fungsi pragmatis. Hal itu tercermin dari ungkapan, antara lain "belajarlah dari sejarah", "sejarah adalah obor kebenaran", dan "sejarah adalah pedoman untuk membangun masa depan". Oleh karena itu, menulis sejarah, termasuk menentukan tanggal hari jadi kabupaten, harus benar, dalam arti berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Jumat, 11 Maret 2011

ALUR MENDAFTAR BIDIK MISI DAN SELEKSI MASUK PT

LAST_UPDATED2Oleh Administrator MAN TalagaSabtu, 12 Maret 2011 11:10

SNMPTN UNDANGAN

  1. DAFTAR DI http://undangan.snmptn.ac.id
  2. Cetak Formulir Pendaftaran SNMPTN UNDANGAN
  3. Cek apakah PT membutuhkan Berkas, nomor telepon bisa dilihat di http://bidikmisi.dikti.go.id lampiran 4
  4. PT membutuhkan Berkas
  5. Ya
  6. Kirim berkas sesuai dengan ketentuan pedoman bidik misi di bab IV.B, kecuail formulir pendaftaran
  7. Bawa Berkas Asli jika diterima

SNMPTN TULIS, UMPN ,SPMB PTAIN dan SELEKSI MANDIRI

  1. Cek apakah PT menerima bidik misi dari jalur seleksi yang rencananya didaftar, nomor telepon / web PT bisa dilihat di http://bidikmisi.dikti.go.id lampiran 4
  2. Mendaftar di http://bidikmisi.dikti.go.id/pendaftar
  3. Cetak Formulir Pendaftaran
  4. Kirim berkas sesuai dengan ketentuan pedoman bidik misi di bab IV.B
  5. Mendaftar dan mengikuti Seleksi Nasional (SNMPTN TULIS, SPMB-PTAIN, UMPN ) / Mandiri
  6. Bawa Berkas Asli jika diterima
  7. PT membutuhkan Berkas
  8. Ya

terima kasih semoga sukses

Persyaratan Bidik Misi

LAST_UPDATED2
1. Siswa SMA/SMK/MA/MAK atau bentuk lain yang sederajat yang akan lulus pada tahun 2011;
2. Lulusan tahun 2010 yang bukan penerima Bidik Misi dan tidak bertentangan dengan ketentuan penerimaan mahasiswa baru di masing- masing perguruan tinggi penyelenggara;
3. Usia paling tinggi pada saat mendaftar adalah 21 tahun;
4. Kurang mampu secara ekonomi;
5. Memiliki potensi akademik memadai, yaitu masuk dalam 30 persen terbaik di sekolah (semester empat dan lima bagi yang akan lulus 2011 atau semester lima dan enam bagi lulusan 2010) untuk semua jenis seleksi Bidik Misi kecuali untuk SNMPTN jalur undangan;
6. Khusus untuk pendaftaran melalui SNMPTN jalur undangan masuk dalam urutan terbaik kelas dengan ketentuan:
a. Untuk sekolah dengan akreditasi A :
1) 100 persen terbaik kelas akselerasi;
2) 75 persen terbaik kelas pada sekolah RSBI / SBI;
3) 50 persen terbaik kelas pada sekolah reguler.
b. Untuk sekolah dengan akreditasi B :25 persen terbaik kelas;
c. Untuk sekolah dengan akreditasi C :10 persen terbaik kelas.
7. Pertimbangan khusus diberikan kepada pendaftar yang memenuhi persyaratan 1 (satu) sampai dengan 6 (enam) serta mempunyai prestasi ko-kurikulermaupun ekstra kurikuler paling rendah peringkat ke-3 di tingkat Kabupaten/Kota atau prestasi non kompetitif lain yang tidak ada pemeringkatan (contoh ketua organisasi siswa);
8. Potensi akademik dan prestasi yang dimaksud pada butir 5 (lima), 6(enam), dan 7 (tujuh) dinyatakan melalui surat rekomendasi Kepala Sekolah/Madrasah atau Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sesuai dengan Lampiran 1;
9. Pendaftar diperkenankan memilih seleksi nasional dan atau seleksi mandiri untuk difasilitasi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Salah satu jenis seleksi nasional
b. 1 (satu) PT dan 2(dua) program studi pada seleksi mandiri